Visionary & Pragmatic Style in Business

Mr.Sahputra
6 min readAug 6, 2022

--

Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita lihat dulu perbedaan antara visionary dan pragmatic terutama dalam kaitannya dengan leadership style.

Visionary Leadership Style

Visionary leaders emphasize idealism over realism when setting their strategic goals. They outline an aspirational and challenging long term vision, far beyond the organization’s current capabilities. Having set a goal that is BOLD — broad, optimistic, long-term and daring — such leaders tend to encourage people to find innovative ways of making it happen. They set the vision and mobilize their followers to co-create the means of getting there.

Pragmatic Leadership Style

Pragmatic leaders emphasize realism over idealism when setting their strategic goals. They determine what the organization is capable of achieving and then draw up a plan detailing how it should be achieved. Then they communicate to others exactly what, when and how they want it. The strategic goals they set tend to be SMART — specific, measurable, achievable, realistic and time-bound — focusing on the period for which they can plan.

Dalam dunia kerja seringkali ditemukan dua sifat diatas. Mulai dari jenjang karir paling bawah hingga paling atas.

Individu dengan karakteristik visionary akan melihat individu dengan karakteristik pragmatic tidak memiliki vision, pesimistis, tidak ingin melakukan perubahan, cenderung cari aman, terlalu detail.

Begitupun sebaliknya, individu dengan karakteristik pragmatis, ketika melihat individu lain dengan karakteristik visionary akan berpendapat terlalu optimis, tidak ‘menginjak tanah’, terlalu naif, tidak paham fakta dilapangan seperti apa, mimpinya terlalu aneh dan terlalu jauh pola pikirnya, yang pasti, tidak realistis deh.

Disetiap jenjang akan ditemukan dua kategori diatas. Mau itu jenjang staff yang baru masuk kerja dengan role apapun (engineer, admin, support, dsb) hingga ke jenjang top executive (Direktur, VIP).

Jadi yang lebih baik yang mana? visionary atau pragmatic?

Menurut saya jawabannya cliche: tidak ada yang lebih baik. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain.

What v.s How

Orang visionary biasanya berpikir secara global, namun penglihatannya mampu menembus batas. Jika diibaratkan suatu lokasi yang senantiasa tertutup kabut tebal nan gelap, visionary mampu ‘melihat’ hal baik dibalik kabut tersebut. Melihat tempat yang seharusnya bisa dicapai oleh orang-orang yang terjebak didalam kabut tebal tersebut.

Namun bagaimana mencapai lokasi dibalik kabut tebal itu, bagaimana step-by-step nya, orang dengan kecenderungan visionary akan mengalami kesulitan.

Ketika bicara framework, individu dengan kategori visionary biasanya tidak tertarik. Kenapa? Karena bagi individu dengan karakter tersebut susah memahami framework secara detail, apalagi membuatnya dari awal.

Begitu pula sebaliknya. Ambil analogi tempat tertutup kabut tebal diatas. Individu dengan karakter pragmatis akan berusaha ‘do the best’ dengan kondisi yang ada dilapangan.

“Kondisi tempat kita ya seperti ini, bisa jadi ada tempat yang lebih baik dibalik kabut namun kita hidup disekitar kabut tebal ini. Terlalu beresiko untuk berjalan menembus kabut karena ada jurang disekeliling kita sehingga ketika berjalan sewaktu-waktu akan terjatuh kedalam jurang. Jadi lebih baik memikirkan bagaimana agar membuat kondisi kita sekarang tetap nyaman untuk ditinggali”. Begitu kira-kira pemikiran pragmatis.

Individu dengan karakter pragmatis living in reality. Sesuai dengan fakta kondisi yang ada, hiduplah dengan sebaik-baiknya sesuai keadaan. Pragmatis tidak mau, dan tidak bisa bermimpi terlalu jauh, karena bagi mereka itu tidak realistis.

Stronger Together

Visionary dan Pragmatis saling membutuhkan satu sama lain. Ketika masing-masing memiliki kesadaran atas perbedaan karakter yang mereka miliki, maka mereka akan melihat kelebihan dan kekurangn dari karakter masing-masing. Ketika kesadaran tersebut terbentuk, maka selanjutnya dibutuhkan untuk menumbuhkan trust. Trust atau kepercayaan bahwa individu lain ada benarnya.

Ambil contoh kembali analogi tempat dibalik kabut tebal diatas. Karakter visionary mampu menembus batas kabut dengan mengkorelasikan beberapa informasi yang ada sehingga memiliki ‘penglihatan’ serta instinct sangat kuat bahwa ada tempat yang lebih baik, namun dia harus menyadari juga bahwa dia saat ini hidup menginjak kaki dibumi tanpa kemampuan melihat didalam kabut tebal dimana jika berjalan begitu saja akan terjatuh kedalam jurang. Setiap detik, setiap menit, setiap jam yang berlalu masih dalam realitas bahwasanya dia hidup ditempat yang dikelilingi oleh kabut tebal nan gelap. Manusia tidak bisa terbang begitu saja, atau tiba-tiba memiliki peta jalan untuk dilalui dengan aman. Dalam posisi tersebut berjalan menembus kabut tebal belum realistis. Visionary harus memberikan kepercayaan bahwa pragmatis adalah cara terbaik untuk hidup dalam realita. Visionary memiliki mimpi untuk menembus kabut, namun tidak bisa langsung direalisasikan. Oleh karena itu sambil menunggu maka dia harus rela hidup dalam realita sambil secara perlahan mengajak individu lain dengan karakter pragmatis untuk bersama-sama merealisasikan mimpinya.

Manusia sejak lama memimpikan ingin bisa terbang seperti seekor burung. Bisa memanfaatkan media udara untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa perlu melewati lika-liku perjalanan darat di bumi. Seandainya seluruh manusia adalah Visionary maka mereka hanya bisa memimpikan dan bercita-cita untuk bisa terbang. Seandainya manusia tidak saling bersatu, tidak saling bahu membahu, step-by-step membangun komponen-komponen pembentuk pesawat maka sampai hari ini manusia akan selalu menggunakan jalur darat. Saya kurang tau sejarah wright bersaudara yang disebutkan sebagai perancang pesawat terbang efektif pertama, namun bisa jadi salah satu dari mereka adalah visionary dan satunya lagi pragmatis hehe. Namun yang pasti mereka bukan satu-satunya yang mencoba untuk membuat desain pesawat terbang pada masa itu.

Kembali pada analogi tempat tertutup kabut diatas, jika semua orang dalam daerah tersebut berkarakter pragmatis maka manusia disana akan selamanya menghabiskan sisa hidup mereka tinggal didalam penjara kabut disekitar mereka. Tidak berani mengambil resiko. Namun ketika pragmatis memberikan trust-nya pada ‘penglihatan’ dan instinct dari visionary, meskipun saat itu terdengar naif, beresiko, tidak realistis, dan menggunakan kemampuan dirinya untuk membuat perencanaan yang realistis untuk secara perlahan-lahan keluar dari kabut, maka yang awalnya sekedar mimpi secara perlahan akan terasa lebih make sense. Misalnya, mereka akan mencari cara untuk membuat peta dengan perlahan maju kedalam kabut sambil meraba-raba bagian mana yang jurang, mana yang bisa dilewati, ketika ada jurang bagaimana melewatinya, dsb.

Visionary dan Pragmatis harus menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing, serta secara kolaboratif membuat rencana untuk menggapai impian secara perlahan. Pragmatis, karena hidup dalam realita maka tidak bisa melihat visi lain nun jauh didepan meskipun informasi-informasi menuju kesana sudah tersedia. Sedangkan Visionary, mampu membaca informasi-informasi yang ada, mengkorelasikannya, dan memberikan pandangan ke masa yang akan datang. Ketika terjadi kolaborasi dari kedua karakter tersebut maka akan terbentuk suatu tim sangat kuat menuju pencapaian yang bagi sebagian besar masyarakat tidak realistis namun kemudian menjadi realistis.

Plus One

Setiap tempat punya ceritanya masing-masing. Sudah umum cerita bagaimana cerita tentang visi Facebook menuangkan ilmu psikologi kedalam produk IT mereka sehingga dapat meng-influence masyarakat dimana salah satu tujuannya agar meningkatkan performa Facebook sebagai media advertising. Visi tersebut tidak mungkin direalisasikan oleh individu-individu dengan visionary saja, tentu ada individu-individu pragmatis yang membantu merealisasikan mimpi tersebut.

Ketika memulai perusahaan, apabila seluruh anggotanya adalah visionary maka tidak ada atau sedikit sekali yang akan dihasilkan atau direalisasikan oleh tim tersebut. Perusahaan juga berpotensi mengalami kerugian terus menerus karena untuk mewujudkan impian membutuhkan cost yang tidak murah sehingga cashflow perusahaan akan tergerus. Perusahaan membutuhkan sumber darah lain untuk dijadikan sumber revenue sehingga mimpi yang bisa jadi membutuhkan waktu 2–3 tahun tersebut dapat dicapai tanpa harus kehabisan darah duluan.

Ketika sebuah tim isinya pragmatis semua maka hasil pekerjaan nya ada namun ya begitu-begitu saja, tidak ada inovasi baru, copy-paste produk atau model bisnis milik yang lain sehingga hanya berkompetisi pada level yang sama dengan kompetitor memperebutkan market share yang sejenis, akibatnya profit perusahaan susah untuk melejit karena memperebutkan porsi kue yang sama. Revenue perusahan tetap ada tapi hanya berjalan apa adanya, hanya cukup untuk menghidupi anggota tim yang ada tanpa bisa meningkat lagi. Ibaratnya klo pun ada salary ya ada sih, tapi untuk meningkat susah sementara kebutuhan hidup meningkat. Kira-kira seperti itu.

Ketika seorang leader berkarakter visionary, maka wajib memiliki partner ataupun sub-ordinate yang memiliki karakter pragmatis. Dengan demikian visi sang leader bukan hanya sekedar mimpi namun secara perlahan namun pasti akan bisa direalisasikan. Partner disini tidak selalu harus co-founder, namun bisa juga partner dari perusahaan lain sesama leader yang saling berkolaborasi dalam menjalankan project misalnya.

Ketika seorang leader berkarakter pragmatis, maka wajib memiliki partner ataupun sub-ordinate yang memiliki karakter visionary. Dengan demikian perusahaan ataupun tim yang dipimpin sang leader terebut dapat menembus batas norma-norma yang berlaku, membuat inovasi baru dan menciptakan ladang baru atau kue baru yang masih sedikit kompetitornya atau bahkan belum ada kompetitor sama sekali.

Intinya, milikilah kesadaran bahwa masing-masing individu dengan kedua karakter berbeda diatas sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan.

Namun perlu hati-hati, karena jika lingkungan terlalu pragmatis maka individu dengan visionary bisa jadi akan terkubur mimpinya. Apabila pragmatis tidak memiliki kesadaran untuk mendukung atau trust pada visionary dalam meraih mimpi bersama, maka mimpi untuk menjadi lebih baik akan terkubur dengan sendirinya oleh realita kehidupan. Begitu pula sebaliknya, apabila visionary tidak sabar dalam mewujudkan mimpinya maka output dari suatu tim tidak akan maksimal karena leader yang visionary akan senantiasa merasa bahwa hasil pekerjaan yang berjalan sesuai realita hanya memperlambat terwujudnya visi-visi dia, pikirannya hanya tertuju pada visi yang nun jauh disana sehingga mengabaikan kebutuhan-kebutuhan untuk merealisasikan pekerjaan-pekerjaan ataupun client yang sedang ditangani saat ini.

So, anda, atau leader anda, atau lingkungan anda, masuk pada kategori karakteristik yang mana?

Unlisted

--

--